Kita ketahui bahwa sejak koperasi berdiri di Indonesia tahun 1895, yang
digagas oleh Sang Patih Purwekerto, Raden Ario Wiraatmadja, sampai
sekarang tidak luput dari keberhasilan dan kegagalan; kadang pasang
naik, kadang pasang surut (Nuramin, 2011). Fluktuasi jalannya koperasi
tersebut terjadi sejak awal digagas pembentukan koperasi pada tahun 1895
hingga masa-masa diberlakukannya Undang undang baru tentang Pokok-pokok
Koperasi (UU No.12 tahun 1967). Sejak diberlakukannya UU No.12 tahun
1967 yang merupakan hasil bentukan pemerintah orde baru, koperasi di
Indonesia mulai menampakkan perkembangan meski tahap perkembangannya
baru mencapai tahap perkembangan secara kuantitas, yaitu melalui ide
Koperasi Unit Desa-nya, tapi secara kualitas masih banyak kelemahan
(Partomo, 2008). Salah satu kelemahan yang paling menonjol yaitu
tingginya tingkat ketergantungan koperasi terhadap fasilitas dan campur
tangan pemerintah (Partomo, 2008). Untuk mengatasi hal tersebut maka
pemerintah menyempurnakan UU No.12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian dengan UU No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Melalui
UU No.25 tahun 1992 ini terdapat beberapa perubahan mendasar pada
pengertian koperasi, dan berbagai aspek teknis pengelolaannya.
Seiring berjalannya waktu, generasi demi generasi dari sumberdaya manusia yang mengelola koperasi ikut berganti pula. Pergantian generasi yang mengelola koperasi tersebut tidaklah terlepas dari adanya peran generasi muda. Melalui tangan generasi mudalah koperasi bisa lebih mantap perjalanannya. Meskipun sudah diterangkan oleh Tokoh Besar Islam, Muhammad SAW, bahwa tantangan masa generasi mendatang lebih berat daripada generasi sebelumnya. Tapi masalah tantangan itu bukan berarti membuat pemuda menjadi mundur untuk memajukan koperasi, bahkan tantangan harus dijadikan pecut yang bisa memicu agar lari yang lebih kencang. Pemuda saat ini merupakan pemuda yang termasuk petarung sejati, yang mana petarung sejati akan merasa bangga jika lawan/tantangannya ada.
Sangat banyak penulis yang membuat buku tentang koperasi. Masing-masing penulis memberikan pemaknaan terhadap koperasi sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki. Salah satu bahasan buku yang paling menarik terkait pemaknaan koperasi ini yaitu pemaknaan koperasi berdasarkan pada kemajuan perindustrian dan dinamika sosial di dunia. Pembagian makna koperasi menurut makna yang disitir dalam buku Partomo (2008) yaitu koperasi itu bisa dibedakan menjadi dua, yaitu koperasi modern dan koperasi tradisional atau lembaga koperasi historis. Koperasi tradisional, atau disebut juga koperasi historis, atau koperasi praindustri, adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh atas dasar solidaritas tradisional dan kerjasama antar individu, dan pernah berkembang sejak awal sejarah manusia sampai pada awal revolusi industri di Eropa pada akhir abad 18 dan abad 19. Kriteria koperasi historis ini berdasarkan atas pendekatan-pendekatan sosiologis dan sosiopolitik yang mendefinisikannya dengan sistem sosial, komunitas, dan kelompok masyarakat yang memiliki struktur koperasi, dimana hubungan antar individu ditandai dengan solidaritas dan kerja sama, serta kekuatan sosiopolitis, ekonomi yang terbagi merata diantara mereka. Sedangkan pengertian koperasi modern yaitu koperasi yang berkembang sebagai jawaban atas masalah-masalah social yang timbul selama tahap awal repolusi industri. Selain itu, jika merujuk pada situs koperasi online (www.koperasi-online.com), menyatakan bahwa koperasi merupakan koperasi yang telah mengalami modernisasi dalam pencapaian tujuan dan fungsinya.
Berdasarkan pembagian jenis koperasi tersebut, sudah jelas bahwa koperasi Indonesia pertama kali terbentuk dan bertumpu pada kekuatan sistem kesukuan, bentuk keluarga besar, komunitas setempat, usaha saling menolong, kerjasama tradisional, dan lainnya. Tapi di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang dinamis yang mengikuti perkembangan tekhnologi seiring modernisasi yang terus bergulir. Untuk kemajuan koperasi Indonesia ke depan dibutuhkan sebuah koperasi modern yang dilandasi kearifan tradisional. Dengan adanya koperasi modern yang dilandasi kearifan tradisional, maka koperasi Indonesia merupakan koperasi yang dibentuk dan diisi oleh para pemuda yang memiliki keperibadian, adat, dan budaya, sehingga koperasi ke depan akan semakin mantap dan menjanjikan dalam rangka menyokong kesejahteraan rakyat dan perekonomian negara. Sebaliknya, keberadaan koperasi ke depan akan melemah, bahkan ambruk, jika para pemuda dalam membangun koperasi Indonesia dengan melupakan kearifan tradisional dan menggaungkan modernisasi; atau sebalinya, akan ambruk pula koperasi Indonesia jika pemuda membangun koperasi hanya bertumpu pada kearifan tradisional dan tanpa melihat modernisasi.
Masih terkait dengan makna koperasi di atas, maka sebagai generasi muda harus selalu ingat akan budaya dan tradisi baik yang telah diwariskan oleh para leluhur. Tradisi yang diwariskan oleh para leluhur yang ada di Indonesia sangat beragam (heterogen) sesuai dengan bergamnya budaya dan wilayah tempat tinggal masyarakat itu sendiri. Keberagaman budaya tersebut sebenarnya merupakan sumberdaya untuk membentuk koperasi yang lebih kuat dan mantap dibanding koperasi-koperasi yang ada di luar Negara, yang cenderung dibangun oleh sumberdaya yang homogen. Supaya koperasi yang bergam itu membentuk koperasi yang kompak dan bersatu secara nasional, maka pola keberagaman tersebut harus disikapi sebagai partner untuk saling bergandeng tangan untuk saling menguatkan, bukan dijadikan sebagai partner untuk bersaing saling mengalahkan. Partner untuk persaingan memanglah bukan azas atau prinsip untuk terbentuknya koperasi. Azas terbentuknya koperasi diantaranya adalah kerjasama. Dengan kerjasama maka sumberdaya yang beragam tersebut dimanfaatkan secara optimal oleh generasi muda untuk membangun koperasi yang lebih mumpuni dan mandiri.
Penulis mencermati bahwa salah satu faktor penghambat kemajuan perekonomian berbasis koperasi Indonesia adalah karena belum mampunya masyarakat Indonesia, pemuda pada khususnya, untuk mengalami transisi koperasi. Transisi koperasi yang dimaksud yaitu transisi koperasi menuju koperasi modern dengan tidak melupakan kearifan tradisional dalam mengelolanya. Hal penting untuk mengikuti arus transisi koperasi yaitu dengan menyambungkan, menjembatani, atau menggabungkan kedua kekuatan kearifan tradisional (traditional knowledge) dan pengetahuan modern (modern knowledge) yang ada di Indonesia. Keadaan koperasi saat ini masih timpang, yaitu di satu sisi melupakan kearifan tradisional dan di sisi lain menggaungkan modernisasi, sehingga indigenous knowledge dalam masyarakat kecil sebagai inti (core) tidak bersambung dan tidak berkembang menjadi modern knowledge.
Saat ini, pengetahuan dalam pendirian koperasi yang berdasar atas pengetahuan lokal (kearifan tradisional) cenderung tidak dipakai lagi untuk menghadapi perkembangan jaman, khususnya perkembangan di bidang ekonomi berbasis koperasi. Padahal diketahui bersama bahwa, bangsa yang kuat adalah bangsa yang berbudaya dan tidak melupakan kebudayaannya untuk senantiasa diamalkan dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam kehidupan ekonomi koperasi. Peran pemuda di sini jelas, yaitu harus berusaha untuk menghubungkan keterputusan pengetahuan berbasis pengetahuan lokal dengan pengetahuan modern untuk membangun koperasi Indonesia yang lebih maju di masa depan. Koperasi adalah kekuatan ekonomi yang berbasis pada kekuatan lokal, pada masyarakat lokal, dan kearifan tradisional.
Menurut Zuhud (2012), dalam pengelolaan sumberdaya yang berbasis masyarakat lokal, maka perlu pendekatan dengan menggunakan pola adaptive management. Adaptive management yaitu manajemen yang disesuaikan dengan kondisi sumberdaya setempat di mana pola manajemen itu akan diterapkan. Penulis berpendapat bahwa pola adaptive management tersebut cocok juga jika diterapkan untuk mengelola koperasi Indonesia ke depan, karena pendirian dan jalannya koperasi Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat setempat di tiap daerah. Jika pola adaptive management ini diterapkan, maka keterlibatkan pemuda dalam proses penerapannya akan menjadi sangat menjanjikan untuk terbentuknya keberhasilan koperasi-koperasi di Indonesia. Keberhasilan koperasi tersebut diantaranya dicirikan oleh terwujudnya koperasi yang mantap dan mandiri dalam proses meraih tujuan dan menjalankan fungsinya.
Adapun peran pemuda di masa depan adalah harus mampu membangun koperasi yang lebih maju dengan pola adaptive management yang berbasis lokal, agar pemerintah daerah ke depan — yang akan diisi oleh para pemuda masa kini — dapat menghayati manfaat sumberdaya lokal yang akan dikembangkan untuk menopang koperasi yang mantap dan mandiri; dan pemuda masa kini, yang ketika nanti menjadi pemerintah, maka harus menjadi pemerintah yang ikut serta aktif dalam pengelolaan pasar untuk mengoreksi kebijakan pasar dan kegagalan kebijakan, serta harus bisa menuangkan sumberdaya alami setempat secara lintas sektor dengan dukungan analisa science-technology untuk membina anggota koperasi yang memiliki daya unggul.
Hal lain yang bisa dilakukan oleh generasi muda ke depan untuk memperkuat sistem lokal yang berbasis pada masyarakat lokal dan kearifan tradisional dalam pengelolaan koperasi, yaitu dengan cara perlahan merubah orientasi tujuan pengelolaan koperasi dari makro-nasional-global (devisa Negara, penerimaan pendapatan pemerintah pusat dan daerah) menjadi koperasi yang berorientasi ke tujuan mikro-lokal. Kenapa lebih berorientasi ke tujuan mikro-lokal? Argumen ini cukup beralasan, karena menurut Walujo (1991) dalam Zuhud (2012), Indonesia memiliki beragam etnis, dan setiap etnis tersebut memiliki pengetahuan tentang alam serta lingkungan, tergantung pada tipe ekosistem tempat mereka tinggal, iklim terutama curah hujan, adat, tatacara perilaku, dan pola hidup kelompok. Dengan beragamnya etnis tersebut, sehingga Indonesia memiliki masyarakat yang berbentuk kelompok-kelompok kecil masyarakat hutan. Kelompok kecil tersebut sesuai etnis mereka. Contoh kelompok kecil menurut Zuhud (2012) adalah masyarakat gaharu, masyarakat sagu, masyarakat jagung, masyarakat pasak bumi, masyarakat damar mata kucing, masyarakat madu, masyarakat sutra alam, masyarkat penangkar rusa, dan banyak lagi sesuai dengan kondisi geografis mereka tinggal, dari Sabang sampai Marauke. Setiap kelompok kecil itu ada yang bergerak di bidang masing-masing yang khas, baik di bidang sandang, pangan, papan, obat-obatan.
Jadi jelas bahwa koperasi yang diidamkan di masa yang akan datang adalah koperasi modern, berlandaskan kearifan tradisional, serta digerakkan oleh jiwa yang dinamis dan enerjik, yaitu jiwa muda. Jika koperasi di masa yag akan datang telah mampu berjalan sesuai laju modernisasi dan tetap berlandaskan kearifan tradisional, maka target koperasi untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia bukanlah target yang muluk-muluk.
Jayalah koperasi Indonesia..!
Seiring berjalannya waktu, generasi demi generasi dari sumberdaya manusia yang mengelola koperasi ikut berganti pula. Pergantian generasi yang mengelola koperasi tersebut tidaklah terlepas dari adanya peran generasi muda. Melalui tangan generasi mudalah koperasi bisa lebih mantap perjalanannya. Meskipun sudah diterangkan oleh Tokoh Besar Islam, Muhammad SAW, bahwa tantangan masa generasi mendatang lebih berat daripada generasi sebelumnya. Tapi masalah tantangan itu bukan berarti membuat pemuda menjadi mundur untuk memajukan koperasi, bahkan tantangan harus dijadikan pecut yang bisa memicu agar lari yang lebih kencang. Pemuda saat ini merupakan pemuda yang termasuk petarung sejati, yang mana petarung sejati akan merasa bangga jika lawan/tantangannya ada.
Sangat banyak penulis yang membuat buku tentang koperasi. Masing-masing penulis memberikan pemaknaan terhadap koperasi sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki. Salah satu bahasan buku yang paling menarik terkait pemaknaan koperasi ini yaitu pemaknaan koperasi berdasarkan pada kemajuan perindustrian dan dinamika sosial di dunia. Pembagian makna koperasi menurut makna yang disitir dalam buku Partomo (2008) yaitu koperasi itu bisa dibedakan menjadi dua, yaitu koperasi modern dan koperasi tradisional atau lembaga koperasi historis. Koperasi tradisional, atau disebut juga koperasi historis, atau koperasi praindustri, adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh atas dasar solidaritas tradisional dan kerjasama antar individu, dan pernah berkembang sejak awal sejarah manusia sampai pada awal revolusi industri di Eropa pada akhir abad 18 dan abad 19. Kriteria koperasi historis ini berdasarkan atas pendekatan-pendekatan sosiologis dan sosiopolitik yang mendefinisikannya dengan sistem sosial, komunitas, dan kelompok masyarakat yang memiliki struktur koperasi, dimana hubungan antar individu ditandai dengan solidaritas dan kerja sama, serta kekuatan sosiopolitis, ekonomi yang terbagi merata diantara mereka. Sedangkan pengertian koperasi modern yaitu koperasi yang berkembang sebagai jawaban atas masalah-masalah social yang timbul selama tahap awal repolusi industri. Selain itu, jika merujuk pada situs koperasi online (www.koperasi-online.com), menyatakan bahwa koperasi merupakan koperasi yang telah mengalami modernisasi dalam pencapaian tujuan dan fungsinya.
Berdasarkan pembagian jenis koperasi tersebut, sudah jelas bahwa koperasi Indonesia pertama kali terbentuk dan bertumpu pada kekuatan sistem kesukuan, bentuk keluarga besar, komunitas setempat, usaha saling menolong, kerjasama tradisional, dan lainnya. Tapi di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang dinamis yang mengikuti perkembangan tekhnologi seiring modernisasi yang terus bergulir. Untuk kemajuan koperasi Indonesia ke depan dibutuhkan sebuah koperasi modern yang dilandasi kearifan tradisional. Dengan adanya koperasi modern yang dilandasi kearifan tradisional, maka koperasi Indonesia merupakan koperasi yang dibentuk dan diisi oleh para pemuda yang memiliki keperibadian, adat, dan budaya, sehingga koperasi ke depan akan semakin mantap dan menjanjikan dalam rangka menyokong kesejahteraan rakyat dan perekonomian negara. Sebaliknya, keberadaan koperasi ke depan akan melemah, bahkan ambruk, jika para pemuda dalam membangun koperasi Indonesia dengan melupakan kearifan tradisional dan menggaungkan modernisasi; atau sebalinya, akan ambruk pula koperasi Indonesia jika pemuda membangun koperasi hanya bertumpu pada kearifan tradisional dan tanpa melihat modernisasi.
Masih terkait dengan makna koperasi di atas, maka sebagai generasi muda harus selalu ingat akan budaya dan tradisi baik yang telah diwariskan oleh para leluhur. Tradisi yang diwariskan oleh para leluhur yang ada di Indonesia sangat beragam (heterogen) sesuai dengan bergamnya budaya dan wilayah tempat tinggal masyarakat itu sendiri. Keberagaman budaya tersebut sebenarnya merupakan sumberdaya untuk membentuk koperasi yang lebih kuat dan mantap dibanding koperasi-koperasi yang ada di luar Negara, yang cenderung dibangun oleh sumberdaya yang homogen. Supaya koperasi yang bergam itu membentuk koperasi yang kompak dan bersatu secara nasional, maka pola keberagaman tersebut harus disikapi sebagai partner untuk saling bergandeng tangan untuk saling menguatkan, bukan dijadikan sebagai partner untuk bersaing saling mengalahkan. Partner untuk persaingan memanglah bukan azas atau prinsip untuk terbentuknya koperasi. Azas terbentuknya koperasi diantaranya adalah kerjasama. Dengan kerjasama maka sumberdaya yang beragam tersebut dimanfaatkan secara optimal oleh generasi muda untuk membangun koperasi yang lebih mumpuni dan mandiri.
Penulis mencermati bahwa salah satu faktor penghambat kemajuan perekonomian berbasis koperasi Indonesia adalah karena belum mampunya masyarakat Indonesia, pemuda pada khususnya, untuk mengalami transisi koperasi. Transisi koperasi yang dimaksud yaitu transisi koperasi menuju koperasi modern dengan tidak melupakan kearifan tradisional dalam mengelolanya. Hal penting untuk mengikuti arus transisi koperasi yaitu dengan menyambungkan, menjembatani, atau menggabungkan kedua kekuatan kearifan tradisional (traditional knowledge) dan pengetahuan modern (modern knowledge) yang ada di Indonesia. Keadaan koperasi saat ini masih timpang, yaitu di satu sisi melupakan kearifan tradisional dan di sisi lain menggaungkan modernisasi, sehingga indigenous knowledge dalam masyarakat kecil sebagai inti (core) tidak bersambung dan tidak berkembang menjadi modern knowledge.
Saat ini, pengetahuan dalam pendirian koperasi yang berdasar atas pengetahuan lokal (kearifan tradisional) cenderung tidak dipakai lagi untuk menghadapi perkembangan jaman, khususnya perkembangan di bidang ekonomi berbasis koperasi. Padahal diketahui bersama bahwa, bangsa yang kuat adalah bangsa yang berbudaya dan tidak melupakan kebudayaannya untuk senantiasa diamalkan dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam kehidupan ekonomi koperasi. Peran pemuda di sini jelas, yaitu harus berusaha untuk menghubungkan keterputusan pengetahuan berbasis pengetahuan lokal dengan pengetahuan modern untuk membangun koperasi Indonesia yang lebih maju di masa depan. Koperasi adalah kekuatan ekonomi yang berbasis pada kekuatan lokal, pada masyarakat lokal, dan kearifan tradisional.
Menurut Zuhud (2012), dalam pengelolaan sumberdaya yang berbasis masyarakat lokal, maka perlu pendekatan dengan menggunakan pola adaptive management. Adaptive management yaitu manajemen yang disesuaikan dengan kondisi sumberdaya setempat di mana pola manajemen itu akan diterapkan. Penulis berpendapat bahwa pola adaptive management tersebut cocok juga jika diterapkan untuk mengelola koperasi Indonesia ke depan, karena pendirian dan jalannya koperasi Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat setempat di tiap daerah. Jika pola adaptive management ini diterapkan, maka keterlibatkan pemuda dalam proses penerapannya akan menjadi sangat menjanjikan untuk terbentuknya keberhasilan koperasi-koperasi di Indonesia. Keberhasilan koperasi tersebut diantaranya dicirikan oleh terwujudnya koperasi yang mantap dan mandiri dalam proses meraih tujuan dan menjalankan fungsinya.
Adapun peran pemuda di masa depan adalah harus mampu membangun koperasi yang lebih maju dengan pola adaptive management yang berbasis lokal, agar pemerintah daerah ke depan — yang akan diisi oleh para pemuda masa kini — dapat menghayati manfaat sumberdaya lokal yang akan dikembangkan untuk menopang koperasi yang mantap dan mandiri; dan pemuda masa kini, yang ketika nanti menjadi pemerintah, maka harus menjadi pemerintah yang ikut serta aktif dalam pengelolaan pasar untuk mengoreksi kebijakan pasar dan kegagalan kebijakan, serta harus bisa menuangkan sumberdaya alami setempat secara lintas sektor dengan dukungan analisa science-technology untuk membina anggota koperasi yang memiliki daya unggul.
Hal lain yang bisa dilakukan oleh generasi muda ke depan untuk memperkuat sistem lokal yang berbasis pada masyarakat lokal dan kearifan tradisional dalam pengelolaan koperasi, yaitu dengan cara perlahan merubah orientasi tujuan pengelolaan koperasi dari makro-nasional-global (devisa Negara, penerimaan pendapatan pemerintah pusat dan daerah) menjadi koperasi yang berorientasi ke tujuan mikro-lokal. Kenapa lebih berorientasi ke tujuan mikro-lokal? Argumen ini cukup beralasan, karena menurut Walujo (1991) dalam Zuhud (2012), Indonesia memiliki beragam etnis, dan setiap etnis tersebut memiliki pengetahuan tentang alam serta lingkungan, tergantung pada tipe ekosistem tempat mereka tinggal, iklim terutama curah hujan, adat, tatacara perilaku, dan pola hidup kelompok. Dengan beragamnya etnis tersebut, sehingga Indonesia memiliki masyarakat yang berbentuk kelompok-kelompok kecil masyarakat hutan. Kelompok kecil tersebut sesuai etnis mereka. Contoh kelompok kecil menurut Zuhud (2012) adalah masyarakat gaharu, masyarakat sagu, masyarakat jagung, masyarakat pasak bumi, masyarakat damar mata kucing, masyarakat madu, masyarakat sutra alam, masyarkat penangkar rusa, dan banyak lagi sesuai dengan kondisi geografis mereka tinggal, dari Sabang sampai Marauke. Setiap kelompok kecil itu ada yang bergerak di bidang masing-masing yang khas, baik di bidang sandang, pangan, papan, obat-obatan.
Jadi jelas bahwa koperasi yang diidamkan di masa yang akan datang adalah koperasi modern, berlandaskan kearifan tradisional, serta digerakkan oleh jiwa yang dinamis dan enerjik, yaitu jiwa muda. Jika koperasi di masa yag akan datang telah mampu berjalan sesuai laju modernisasi dan tetap berlandaskan kearifan tradisional, maka target koperasi untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia bukanlah target yang muluk-muluk.
Jayalah koperasi Indonesia..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar